Jumat, 15 Juli 2011

TERORISME MENURUT TINJAUAN FIQH JINAYAT

1. PENDAHULUAN
Masalah terorisme ini masih saja menjadi isu hangat, setelah terjadinya tragedi pemboman di hotel JW. Marriot dan Ritz Calten. Selain itu, perhatian dunia untuk memerangi terorisme belum juga selesai. Tentu saja, serangkaian tragedi pemboman ini merupakan pukulan yang dahsyat bagi Bangsa Indonesia. Terorisme selalu identik dengan teror, kekerasan, ekstrimnitas dan intimidasi sehingga seringkali menimbulkan konsekuensi negatif bagi banyak orang dan dapat  menjatuhkan korban yang banyak. Sebagian para pelaku teroris di Indonesia menganggap dirinya sebagai mujahid fi sabilillah. Padahal Islam tidak mengajarkan yang demikian itu dan juga tidak mengajarkan kekerasan dalam menyebarkan ajaran Islam dan melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar. Disamping itu, UU Terorisme selama ini selalu menjadi perdebatan di kalangan masyarakat karena dianggap akan mengembalikan kekuasaan militer dan mengancam kebebasan yang selama ini baru dinikmati masyarakat Indonesia. Peraturan ini dikhawatirkan akan merenggut demokrasi yang baru dibangun dan coba ditegakkan di bumi Indonesia tercinta ini.
Dalam penjelasan di atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dinyatakan bahwa terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara, karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi.[1] Untuk itulah maka muncul Undang-Undang atau Perarturan Pemerintah Pengganti UU yang secara tegas menangani terorisme dengan memasukkan ke dalam tindak pidana khusus, yakni tindak pidana terorisme.
Terkait pada pembahasan tentang terorisme hingga kini menjadi perdebatan yang panjang, baik yang pro maupun yang kontra. Menurut pendapat yang mendukung tentang terorisme ini, terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah. Sedangkan disisi lain,, ada yang kontra mengenai hal ini dengan alasan bahwa terorisme bertolak belakang dengan ajaran Islam. Melihat permasalahan yang terjadi saat ini, penulis akan memaparkan di dalam makalah ini tentang pengertian terorisme ditinjau dari kamus Bahasa Arab dan ada juga beberapa defimisi lainnya yang berkaitan dengan terorisme.pendapat. Selain itu, penulis juga memaparkan sejarah tentang terorisme dan bagaimana terorisme dalam perspektif Islam. Diakhir makalah, penulis akan memberikan sebuah solusi dalam rangka mencegah dan menanggulangi terorisme. Penulis menyadari bahwa masalah yang diangkat dalam makalah ini, bukan satu-satunya makalah yang membahas tentang ”Terorisme dalam Perspektif Qur’an”, tetapi pembahasan ini sudah pernah dikaji oleh Verawati dengan judul makalah ”Terorisme dalam pandangan Islam”, dan pernah juga dikaji oleh Zulfikar dengan judul makalah ”Terorisme dalam Pandangan Syariat”. Tetapi yang membedakan makalah ini dengan makalah tersebut adalah penulis akan memaparkan pengertian terorisme ditinjau dari kamus Bahasa Arab, sejarah tentang terorisme, dan mengkaji secara tematis (tafsir maudhu’i) tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan tentang pemikiran terorisme, dan hal tersebut tidak penulis temukan di dalam kedua makalah tersebut.
2. PEMBAHASAN
A. Pengertian Terorisme
Dalam Bahasa Arab, terorisme dikenal dengan istilah Al-Irhab. Dari sini, bisa dipahami bahwa kata Al-Irhab (teror) berarti (menimbulkan) rasa takut. Irhabi (teroris) artinya orang yang membuat orang lain ketakutan, orang yang menakut-nakuti orang lain. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence.[2] Selain itu, terorisme adalah Penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan, dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik). Sedangkan teroris adalah orang yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut (biasanya untuk tujuan politik), dan teror adalah perbuatan sewenang-wenang, kejam, bengis, dalam usaha menciptakan ketakutan, kengerian oleh seseorang atau golongan.
Selain itu, ada beberapa definisi tentang terorisme antara lain:
  1. Menurut Konvensi PBB tahun 1937, terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.[3]
  1. Menurut US Federal Bureau of Investigation (FBI), terorisme adalah penggunaan kekuasaan tidak sah atau kekerasan atas seseorang atau harta untuk mengintimidasi sebuah pemerintahan, penduduk sipil dan elemen-elemennya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial atau politik.[4]
  2. Menurut Muhammad Mustofa, terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan massal. [5]
Jadi kesimpulannya dari beberapa definisi diatas, terorisme merupakan suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan ancaman kekerasan guna menimbulkan rasa takut dan menjatuhkan korban sebanyak-banyaknya secara tidak beraturan.
B. Sejarah tentang Terorisme
Berkembangnya terorisme ditandai dengan bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern. Walaupun istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak  abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.[6] Kata Terorisme berasal dari Bahasa Perancis ”le terreur” yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah  dari hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah.[7] Selanjutnya kata Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Terorisme muncul pada akhir abad ke-19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme di Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi karena Mereka percaya bahwa terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh.
Kemudian setelah pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal “damai”. Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur – Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara – Selatan sehinggadapat membuat dunia bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari Negara Berkembang dalam menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan membuka peluang untuk muncul dan meluasnya terorisme. Fenomena terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan teror telah berkembang dalam sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, dan pemberontakan. Bahkan juga terorisme oleh pemerintah dianggap sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya. Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik;
  1. Ada maksimalisasi korban yang sangat mengerikan.
  2. Keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional dengan cepat.
  3. Tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap terorisme yang sudah dilakukan.
  4. Serangan terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.
C. Terorisme dalam FIQIH JINAYAH
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam tidak mendasarkan diri kepada pemaksaan apalagi kekerasan. Islam sebagai agama damai menganjurkan pemeluknya untuk berdakwah dengan penuh hikmah dan argumentasi yang logis.[8] Sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah ayat 256 yang artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut (syaitan, baik dalam bentuk jin maupun manusia) dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah:256).
Selain itu, Agama Islam yang suci ini dibawa oleh Rasulullah yang mempunyai kepribadian yang suci pula, serta memiliki akhlaqul karimah dan sifat-sifat yang terpuji, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Imran ayat 159:
$yJÎ6sù 7pyJômu‘ z`ÏiB «!$# |MZÏ9 öNßgs9 ( öqs9ur |MYä. $ˆàsù xá‹Î=xî É=ù=s)ø9$# (#q‘ÒxÿR]w ô`ÏB y7Ï9öqym ( ß#ôã$$sù öNåk÷]tã öÏÿøótGó™$#ur öNçlm; öNèdö‘Ír$x©ur ’Îû ͐öDF{$# ( #sŒÎ*sù |MøBz•tã ö@©.uqtGsù ’n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. [QS. Ali Imran : 159]
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki sifat lemah-lembut serta hati beliau terasa amat berat atas penderitaan yang menimpa pada manusia, maka beliau berusaha keras untuk membebaskan dan mengangkat penderitaan yang dirasakan oleh manusia tersebut.[9] Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Kejahatan dan perbuatan jahat, keduanya sama sekali bukan ajaran Islam. Dan orang yang paling baik Islamnya ialah yang paling baik akhlaqnya. [HR. Ahmad juz 7, hal. 410, no. 20874].
Jadi, persoalan utama yang menjadi pembahasan terorisme dalam pandangan fiqih jinayah adalah pemaknaan kata “jihad”. Maka sekarang ini kita banyak melihat prilaku teror ditujukan kepada asset-asset yang berhubungan dengan Amerika, seperti hotel JW Marriot dan Ritz Calten belakangan ini. Dalam benak para aktifis muslim, jihad lebih dipahami dalam kerangka balas dendam karena kafir telah memerangi muslim tanpa batas, maka muslim wajib membalasnya dengan memerangi kafir secara tanpa batas pula. Menurutnya, dalam ketentuan syari’ah, jihad berarti berperang melawan kaum kafir yang memerangi Islam dan kaum muslimin. Konsep inilah yang ia sebut dengan jihad fi sabilillah. Dalam pemahamannya, ayat al-Qur’an pertama tentang jihad yang diturunkan kepada Nabi Muhammad adalah memerangi kaum kafir sebatas yang memerangi Islam. Sebagaimana dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 190 yang artinya: Artinya: ”Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu. Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Setelah kita cermati kembali tentang Islam sekaligus peribadi Rasulullah SAW yang diamanati oleh Allah SWT untuk menyebarkan Islam ke seluruh umat manusia, maka jelas sekali bahwa terorisme sama sekali tidak dikenal, bahkan bertolak belakang dengan ajaran Islam. Terorisme dengan menggunakan kekerasan, kekejaman serta kebengisan dan cara-cara lain untuk menimbulkan rasa takut dan ngeri pada manusia untuk mencapai tujuan. Sedangkan Islam dengan lemah-lembut, santun, membawa khabar gembira tidak menjadikan manusia takut dan lari, serta membawa kepada kemudahan, tidak menimbulkan kesusahan, dan tidak ada paksaan. Memang kedua hal tersebut mempunyai tujuan yang berbeda. terorisme biasanya digunakan untuk tujuan politik, dan kekuasaan. Sedangkan Islam bertujuan untuk menuntun manusia dalam mencapai kebahagiaan hidupnya dengan dilandasi rasa kasih sayang hanya semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Jadi dengan demikian, jelas dan teranglah bahwa terorisme dalam pandangan agama Islam tidak dibenarkan, dan jauh dari tuntunan Islam.
D. Komponen Terorisme di dalam Al-Qur’an
Ayat-ayat yang terkait dengan terorisme mengacu pada Surat Al-Baqarah ayat 205, 218, 251, dan 279, Surat Ali-Imran ayat 110 dan 156, Surat An-Nisa ayat 66, 71, 91-92 dan 95,  Surat Al-Maidah ayat 32, Surat Al-Anfaal ayat 57, 61, dan 73-74, Surat At-Taubah ayat 13, 20, 38-39, 41 dan 48, Surat Hud ayat 116, Surat Al-Hujurat ayat 15, Surat Muhammad ayat 4, Surat Al-Qashash ayat 77. Tetapi disini penulis akan mengkaji lebih mendalam terhadap Surat Al-Baqarah ayat 205, dan 218, Surat Al-Maidah ayat 32, dan Surat At-Taubah ayat 13.
  1. Surat Al-Baqarah ayat 205:
#sŒÎ)ur 4’¯<uqs? 4Ótëy™ ’Îû ÇÚö‘F{$# y‰Å¡øÿã‹Ï9 $ygŠÏù y7Î=ôgãƒur y^öysø9$# Ÿ@ó¡¨Y9$#ur 3 ª!$#ur Ÿw =Ïtä† yŠ$|¡xÿø9$# ÇËÉÎÈ
Artinya: dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk Mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (QS. Al-Baqarah: 205).
  • Tafsir ayat
Golongan manusia semacam ini, apabila ia telah berlalu dan meninggalkan orang yang ditipunya itu, ia melaksanakan tujuannya yang sebenarnya. Ia melakukan kerusakan-kerusakan diatas bumi: tanaman-tanaman dan buah-buahan dirusak dan binatang ternak dibinasakan, apalagi kalau mereka sedang berkuasa, dimana-mana mereka berbuat sesuka hatinya, wanita-wanita dinodai. Tidak ada tempat yang aman dari perbuatan jahatnya. Fitnah dimana-mana mengancam, masyarakat merasa ketakutan, dan rumah tangga serta anak-anak berantakan karena tindakannya yang salah.[10]
  • Analisis
Sifat-sifat yang semacam ini, tidak disukai Allah SWT sedikitpun. Dia murka terhadap orang-orang yang berbuat demikian, begitu juga terhadap orang-orang yang perbuatannya kotor, dan menjijikan. Allah itu memandang kepada ikhlasnya hati dan maslahatnya sesuatu perbuatan bukan memandang dari cantik rupanya dan menarik kata-kata.
  1. Surat Al-Baqarah ayat 218:
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä z`ƒÉ‹©9$#ur (#rãy_$yd (#r߉yg»y_ur ’Îû È@‹Î6y™ «!$# y7Í´¯»s9′ré& tbqã_ötƒ |MyJômu‘ «!$# 4 ª!$#ur Ö‘qàÿxî ÒO‹Ïm§‘ ÇËÊÑÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah: 218).
  • Tafsir ayat
Ayat ini menerangkan bagi orang-orang yang kuat imannya mengahadapi segala cobaan dan ujian. Begitu juga balasan bagi orang-orang yang hijrah meninggalkan negerinya yang dirasakan tidak aman, ke negeri yang aman untuk menegakkan agama Allah sepertinya hijrahnya Nabi Muhammad SAW bersama pengikut-pengikutnya dari Mekah ke Madinah, dan balasan bagi orang-orang yang berjihad fi sabilillah, baik dengan hartanya maupun jiwanya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. [11]
  • Analisis
Mereka itu semuanya mengharapkan rahmat Allah dan ampunan-Nya, dan sudah sepantasnya mereka memperoleh kemenangan dan kebahagiaan sebagai balasan atas perjuangan mereka.
  1. Surat Al-Maidah ayat 32:
ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4’n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù ’Îû ÇÚö‘F{$# $yJ¯Rr’x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $Yè‹ÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr’x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $Yè‹ÏJy_ 4 ô‰s)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ߙ①ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y‰÷èt/ šÏ9ºsŒ ’Îû ÇÚö‘F{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ
Artinya: Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
  • Tafsir ayat
Pada ayat ini diterangkan suatu ketentuan bahwa membunuh seseorang manusia berarti membunuh manusia seluruhnya, sebagaimana memelihara kehidupan seorang manusia berarti memelihara manusia seluruhnya. [12]
Ayat ini menunjukan keharusan adanya kesatuan umat dan kewajiban mereka masing-masing terhadap yang lain yaitu harus menjaga keselamatan hidup dan kehidupan bersama dan menjauhi hal yang membahayakan orang lain. Hal ini dapat dirasakan karena kebutuhan setiap manusia tidak dapat dipenuhinya sendiri sehingga mereka sangat memerlukan bantuan terutama hal yang menyangkut kepentingan umum. Sesungguhnya orang-orang Bani Israel telah demikian banyak kedatangan Para Rasul dengan membawa keterangan yang jelas, tetapi banyak diantara kalian itu melampaui batas ketentuan dengan berbuat kerusakan di muka bumi. Akhirnya mereka kehilangan kehormatan , kekayaan, dan kekuasaan yang kesemuanya itu pernah miliki masa lampau.
  • Analisis
Berdasarkan dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Islam melarang membunuh seseorang, malah Islam mengajarkan untuk memelihara kehidupan manusia. Selain itu, Islam tidak mengajarkan kekerasan dan terorisme itu bertolak belakang dengan ajaran Islam.
  1. Surat At-Taubah ayat 13:
Ÿwr& šcqè=ÏG»s)è? $YBöqs% (#þqèWs3¯R óOßguZ»yJ÷ƒr& (#q‘Jydur Æl#t÷zÎ*Î/ ÉAqß™§9$# Nèdur öNà2râäy‰t/ š^¨rr& Bo§tB 4 óOßgtRöqt±øƒrBr& 4 ª!$$sù ‘,ymr& br& çnöqt±øƒrB bÎ) OçFZä. šúüÏZÏB÷s•B ÇÊÌÈ
Artinya: Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), Padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama mulai memerangi kamu?. Mengapakah kamu takut kepada mereka Padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. At-Taubah: 13)
  • Tafsir ayat
Pada ayat ini Allah menggalakkan semangat orang-orang mukmin supaya melaksanakan dengan sungguh perintah memerangi kaum musyrikin. Allah menyebutkan tiga sebab utama yang membuktikan bahwa orang-orang musyrik tidak bisa didiamkan dan dibiarkan saja, yaitu: [13]
  1. Mereka melanggar perjanjian Hudaibiyah yang telah mereka adakan dengan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya untuk tidak berperang selama 10 tahun dan saling tidak boleh mengganggu antara kedua belah pihak dan sekutunya. Tetapi tidak lama berselang setelah perjanjian itu diadakan, maka pihak musyrikin Quraisy telah membantu sekutunya dari Bani Bakar untuk menganiaya suku Khuza’ah dari sekutu Nabi yang tinggal di Mekah.
  2. Sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, kaum musyrikin telah berusaha keras untuk mengusir Nabi Muhammad dari Mekah, memenjarakan atau membunuhnya dengan mempergunakan kekuatan dari suku Quraisy agar keluarga Nabi Muhammad sukar mengadakan penuntutan bela.
  3. merekalah yang memulai lebih dahulu memerangi kaum mukminin di Badar, Uhud, Khandaq, dan lain-lainnya.
Setelah Allah menerangkan tiga sebab utama tersebut, maka Allah memerintahkan agar jangan takut terhadap orang-orang musyrikin itu karena Allah-lah yang lebih berhak untuk ditakuti  jika mereka benar-benar beriman.
  • Analisis
Allah menyebutkan tiga sebab utama yang membuktikan bahwa orang-orang musyrik tidak bisa didiamkan dan dibiarkan saja. Orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus berani dan berkorban demi kepentingan agama dan kebenaran tanpa dibayangi oleh suatu keraguan yang menimbulkan ketakutan dan kemunduran yang sangat merugikan mereka sendiri.
3. Penutup
Kesimpulan
Terorisme merupakan kejahatan terhadap banyak orang dan kejahatan terhadap peradaban yang menjadi ancaman bagi segenap bangsa serta musuh dari semua agama. Oleh sebab itu, perang melawan terorisme menjadi komitmen semua negara dan semua agama di dunia. Untuk itu mereka mengartikan terorisme menjadi bagian dari jihad fi sabilillah, menuju ridho Allah SWT. Tidak mengagetkan manakala sebagian para pelaku teroris di Indonesia menganggap dirinya sebagai mujahid fi sabilillah. Padahal terorisme bertolak belakang dengan ajaran Islam karena Islam tidak mengajarkan kekerasan dalam menyebarkan ajaran Islam dan melaksanakan amal ma’ruf nahi munkar. Jadi, solusinya dalam rangka mencegah dan menaggulanggi terorisme  yaitu dengan membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat, penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan terorisme dapat dengan mudah diatasi.
4. DAFTAR PUSTAKA
  1. Al-Abidin Hammad dan Suhailah Zain, ”Bagaimana Mengatasi Terorisme”, (Jakarta: Grafindo, 2005).
  2. H. Abdul Zulfidar Akaha, LC, ”Terorisme Konspirasi Anti Islam”, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005).
  3. Khafi, Syahdatul, ”Terorisme Ditengah Arus Global Demokrasi”, (Jakarta: 2006)
  4. Suradji, Adjie, ”Terorisme” ( Jakarta: Grafindo, 2006).
  5. Muladi, “Demokrasi, HAM dan Reformasi Hukum di Indonesia”, (Jakarta: The Habibie Center, 2002).
  6. Muhammad Mustofa,  “Memahami Terorisme: SuatuPerspektif Kriminolog, Jurnal KriminologiIndonesia FISIP UI, (Jakarta: 2002).
  7. Rikard, Bangun, “Indonesia di Peta Terorisme Global”, http;//www.polarhome.com, 17 November 2002.
  8. Universitas Islam Indonesia, (Al-Qur’an dan Tafsirnya, jilid I).
http://www.google.com diambil pada  tanggal 3 Januari 201

Sabtu, 02 Juli 2011

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 82 TAHUN 2003
TENTANG
TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN
PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (4)
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undangundang
Nomor 25 Tahun 2003, perlu menetapkan Keputusan
Presiden tentang Tata Cara Pelaksanaan Kewenangan Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan;
Mengingat : a. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang
Dasar 1945;
b. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4191)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25
Tahun 2003 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4324);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG TATA CARA
PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN
ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN.
BAB I
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 1
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya
disingkat dengan PPATK, mempunyai tugas sebagai berikut :
a. mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi
informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan Undangundang
Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undangundang
Nomor 25 Tahun 2003, yang selanjutnya disebut
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang;
b. memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang
dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan;
c. membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi
Keuangan Mencurigakan;
d. memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang
berwenang tentang informasi yang diperoleh PPATK sesuai
dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang;
e. membuat pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa
Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang atau dengan
peraturan perundang-undangan lain, dan membantu dalam
mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan;
f. memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai
upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang;
g. melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi
tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia;
h. membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis
transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6
(enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
i. memberikan informasi kepada publik tentang kinerja
kelembagaan sepanjang pemberian informasi tersebut tidak
bertentangan dengan Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang.
Pasal 2
Dalam melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai wewenang:
a. meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan;
b. meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau
penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang
telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum;
c. melakukan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan mengenai
kepatuhan kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan terhadap
pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan;
d. memberikan pengecualian terhadap kewajiban pelaporan
mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai
oleh Penyedia Jasa Keuangan.
Pasal 3
Dalam rangka melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf a, PPATK dapat:
a. meminta dan menerima laporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai;
b. meminta informasi tambahan dalam hal laporan yang
disampaikan oleh Penyedia Jasa Keuangan tidak lengkap,
diragukan kebenarannya, atau diperlukan penjelasan lebih
lanjut;
c. meminta informasi lain yang berkaitan dengan Transaksi
Keuangan Mencurigakan dari Penyedia Jasa Keuangan
pelapor atau Penyedia Jasa Keuangan lainnya;
d. menetapkan tata cara pelaporan Transaksi Keuangan
Mencurigakan dan transaksi keuangan yang dilakukan secara
tunai bagi Penyedia Jasa Keuangan.
Pasal 4
Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 huruf b, PPATK dapat:
a. meminta informasi kepada penyidik atau penuntut umum
mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan tindak
pidana pencucian uang;
b. meminta informasi tambahan mengenai perkembangan
penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana
pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau
penuntut umum dalam hal diperlukan;
c. meminta informasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b secara kasus per kasus atau beberapa kasus.
Pasal 5
(1) Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, PPATK dapat:
a. melakukan audit sewaktu-waktu apabila diperlukan;
b. meminta dan mewajibkan Penyedia Jasa Keuangan untuk
memberikan dokumen, data, keterangan, dan informasi
yang dimiliki dan atau dikuasai oleh Penyedia Jasa
Keuangan;
c. memasuki pekarangan, lahan, gedung atau properti yang
dimiliki atau dikuasai oleh Penyedia Jasa Keuangan.
(2) Dalam melakukan audit sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), PPATK terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
Penyedia Jasa Keuangan.
(3) Pelaksanaan audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan dapat
dilakukan bersama-sama dengan lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
(4) Tata cara audit terhadap Penyedia Jasa Keuangan ditetapkan
dengan Keputusan Kepala PPATK.
Pasal 6
(1) Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, PPATK dapat:
a. memberikan persetujuan atau penolakan atas permintaan
pengecualian terhadap kewajiban pelaporan transaksi
keuangan yang dilakukan secara tunai yang diajukan
oleh Penyedia Jasa Keuangan;
b. memeriksa daftar dan administrasi penyimpanan
transaksi tunai yang dikecualikan yang dibuat oleh
Penyedia Jasa Keuangan.
(2) Penyedia Jasa Keuangan mengajukan secara tertulis
permintaan pengecualian terhadap kewajiban pelaporan
transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai kepada
PPATK.
(3) Tata cara penyampaian permintaan pengecualian kewajiban
pelaporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai
ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK.
BAB II
PEDOMAN
Pasal 7
(1) PPATK mengeluarkan pedoman umum mengenai Prinsip
Mengenal Nasabah sebagai acuan bagi lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa
Keuangan dalam mengeluarkan ketentuan tentang Prinsip
Mengenal Nasabah.
(2) PPATK memberikan masukan atas ketentuan tentang Prinsip
Mengenal Nasabah yang dikeluarkan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa
Keuangan.
Pasal 8
(1) PPATK mengeluarkan ketentuan dan pedoman mengenai
bentuk, jenis, tata cara pelaporan transaksi keuangan oleh
Penyedia Jasa Keuangan.
(2) Ketentuan dan pedoman sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) wajib dipatuhi oleh Penyedia Jasa Keuangan.
BAB III
KERJASAMA
Bagian Pertama
Umum
Pasal 9
(1) Dalam rangka melakukan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, PPATK dapat melakukan
kerja-sama dengan pihak terkait baik nasional maupun
internasional dalam forum bilateral dan multilateral
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
dilakukan dengan atau tanpa perjanjian tertulis.
(3) Kerjasama dapat berupa pertukaran informasi, bantuan teknis,
dan atau pendidikan dan pelatihan.
Bagian Kedua
Kerjasama PPATK dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal 10
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang PPATK melakukan kerjasama dengan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Kerjasama antara PPATK dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. analisis terhadap laporan-laporan transaksi keuangan
yang diterima oleh PPATK;
b. pemberian dan permintaan informasi dalam rangka
penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pencucian
uang;
c. pendidikan dan pelatihan; dan
d. hal-hal lain yang akan ditentukan bersama oleh PPATK
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut oleh Kepala PPATK dengan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Bagian Ketiga
Kerjasama PPATK dengan
Kejaksaan Republik Indonesia
Pasal 11
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang PPATK melakukan kerjasama dengan
Kejaksaan Republik Indonesia.
(2) Kerjasama antara PPATK dengan Kejaksaan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mencakup :
a. permintaan informasi dalam rangka analisis terhadap
laporan-laporan transaksi keuangan yang diterima oleh
PPATK;
b. pemberian dan permintaan informasi dalam rangka
penuntutan;
c. pemberian dan permintaan informasi mengenai eksekusi
putusan pengadilan atas perkara tindak pidana
pencucian uang;
d. pendidikan dan pelatihan; dan
e. hal-hal lain yang akan ditentukan bersama oleh PPATK
dengan Kejaksaan Republik Indonesia.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut oleh Kepala PPATK dengan Jaksa Agung
Republik Indonesia.
Bagian Keempat
Kerjasama PPATK dengan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Pasal 12
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang, PPATK melakukan kerjasama dengan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Kerjasama PPATK dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. penyampaian laporan dan informasi tambahan yang
berkaitan dengan pembawaan uang rupiah secara tunai
ke dalam atau ke luar wilayah Republik Indonesia;
b. permintaan informasi dalam rangka analisis terhadap
laporan-laporan transaksi keuangan yang diterima oleh
PPATK;
c. permintaan informasi dalam rangka penegahan uang
yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang;
d. pendidikan dan pelatihan; dan
e. hal-hal lain yang akan ditentukan bersama oleh PPATK
dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut oleh Kepala PPATK dengan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai.
Bagian Kelima
Kerjasama PPATK dengan Lembaga yang Berwenang
Melakukan Pengawasan Terhadap Penyedia Jasa Keuangan
Pasal 13
(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang PPATK melakukan kerjasama dengan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
Penyedia Jasa Keuangan.
(2) Kerjasama antara PPATK dengan lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. penyusunan pedoman Prinsip Mengenal Nasabah bagi
Penyedia Jasa Keuangan;
b. permintaan informasi dalam rangka analisis terhadap
laporan-laporan transaksi keuangan yang diterima oleh
PPATK;
c. permintaan informasi dalam rangka pencegahan uang
yang diduga hasil tindak pidana pencucian uang;
d. pendidikan dan pelatihan; dan
e. hal-hal lain yang akan ditentukan bersama oleh PPATK
dengan lembaga yang berwenang melakukan
pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan.
(3) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
diatur lebih lanjut oleh Kepala PPATK dengan Pimpinan
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap
Penyedia Jasa Keuangan.
Bagian Keenam
Kerjasama PPATK dengan Pihak Lain
Pasal 14
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang PPATK dapat melakukan kerjasama dengan pihak
lain.
BAB IV
PEMBERIAN DAN PERMINTAAN INFORMASI
Pasal 15
(1) PPATK dapat menyetujui atau menolak permintaan informasi
dari pihak lain.
(2) Dalam hal PPATK menyetujui permintaan informasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penerima informasi
wajib menjaga kerahasiaan informasi dan menggunakan
informasi yang diterima sesuai dengan tujuan yang telah
disetujui oleh PPATK.
(3) Tata cara penyampaian informasi, jenis informasi, dan pihakpihak
yang dapat menerima informasi ditetapkan dengan
Keputusan Kepala PPATK.
BAB V
NASIHAT DAN ATAU BANTUAN
Pasal 16
(1) PPATK memberikan nasihat dan atau bantuan kepada instansi
berwenang secara tertulis maupun lisan tentang informasi
yang diperoleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam
Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
(2) Nasihat dan atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diberikan dengan atau tanpa permintaan dari instansi
berwenang.
(3) Nasihat dan atau bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berupa pertimbangan, pendapat dan atau masukan tentang
aspek pencucian uang yang terkait dengan tugas instansi yang
berwenang.
BAB VI
INFORMASI DARI ORANG PERSEORANGAN
Pasal 17
(1) Dalam rangka melakukan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, PPATK dapat menerima
informasi dari orang perseorangan mengenai dugaan tindak
pidana pencucian uang.
(2) Orang perseorangan yang memberikan informasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mendapat perlindungan
khusus.
(3) Perlindungan khusus bagi orang perseorangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
AKUNTABILITAS
Pasal 18
PPATK mengumumkan kepada publik mengenai tindakantindakan
yang telah dilakukan berkaitan dengan pelaksanaan tugas
dan wewenangnya sesuai dengan Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang dan peraturan pelaksanaannya.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Nopember 2003
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
Lambock V. Nahattands

TEKNIK RESENSI BUKU

Bagi yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, mereka akan mendapatkan informasi yang dipikirkan selama ini.begitu juga dengan Resensi buku juga akan menambah wawasan untuk membuka wawasan agar tidak terjebak dalam pola fikir yang sempit ketika menghadapi problem penting yang selama ini mengganjal fikiran. mereka perlu memiliki keterampilan khusus tentang meresensi buku. sebelum kita melangkah pada teknik meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa kita perlu meresensi buku. tujuannya antara lain:
  1. membantu para pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud  (buku baru) karena mereka sibuk dengan berbagai aktifitas sehari-hari, dengan adanya resensi, mereka bisa mengetahui gambaran umum terhadap buku tertentu
  2. mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang diresensi. dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat karya yang bagus, dan melalui resensi buku para peresensi bisa melakukan koreksi terhadap buku.
  3. mengetahui latar belakang buku tersebut diterbitkan,sisi undercovernya.
  4. mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan oleh penulis lain yang sejenis. 
  5. dengan meresensi bererti peresensi bisa menjadi kreatifitas untuk proses penerbitan selanjutnya, karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik dari segi gaya dan isi tulisan dan substansi bukunya.
A. Tahap Persiapan
  • memilih buku, tentu peresensi mempunyai minat tertentu pada sebuah buku. pada proses pemilihan buku ini akan lebih baik kalau kita lebih fokus pada buku-buku yang baru terbit adag dapat membandingkan isi dengan buku yang lama yang sejenis. karena tidak mungkin kita menguasai semua buku sekaligus.
  • membuat natomi buku, yaitu mengenai gambaran umum tentang buku yang akan diresensi. seperti judul buku, penulis, penerbit dan harga serta tebal buku.
B. Tahap Pengerjaan
  1. membaca detail dan mencatat hal-hal yang penting, ini yang membedakan membaca biasa dengan meresensi bukubagi seorang peresensi buku, mesti membaca buku secara tuntas agar mendapat informasi secara menyeluruh. dan memcatat pemikliran dan kitipan yang dirasa penting yang terdapat dalam buku.
  2. setelah membaca barulah memulai menulis resensi buku yang dimaksud. buku yang diresensi hendaknya menagndung beberapa hal berikut ini :
  •  informasi  awal buku
  • tentukan judul yang menarik"provikatif"
  • membuat ulasan singkat buku, garis besarnya.
  • memberi penilaian buku (substansinya)
  • menonjolkan isi atas buku resensi yang lain
  • mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca
  • editing kelengkapan karya, EYD. dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan
C Tahap Publikasi
 karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi, menyertakan cover halaman buku, mengirim karya sesuai dengan jenis buku yang diresensi sebelumnya .

Selamat Membaca Semoga Bermanfaat